Minggu, 17 April 2011

Saya        : Dek, mana ni kopinya?
Istri  Saya    : Bentar mas, lagi momong adek ni..
Saya        : Lah?? Belum dibikinin to? Cepetan dong!!
Istri Saya    : eh, bentar mas. Sabar ya..
Saya        : ah, sabar-sabar terus. Sabar kan juga ada batasnya dek!
Istri saya    : Ya sudah, kalau nggak sabar bikin sendiri aja ya mas..
Saya        : Loh? Kok malah merintah!! Dasar istri nggak becus! (Marah Sambil melemparkan Hape, Koran, wajan, panci, televisi, radio, lemari dan beberapa buah meja secara bertubi-tubi kepada istrinya)
GUBRAKK!!!
Tiba-tiba saya tersadar telah terjatuh dari kasur. Mengejutkan, ternyata dalam mimpi saya bisa sampai sekejam itu jadi suami. Tapi belum sempat juga saya enjoy dengan keterkejutan saya, saya sudah dikagetkan lagi ketika melihat jam dinding yang menempel ditangan saya telah menunjukkan pukul 10.00. “Waduh! Calon telat nih!”. Tak punya niat sedikitpun untuk mandi, saya pun bergegas mengambil baju seragam dan memakainya. Namun setelah selesai memakainya saya baru ingat kalau ternyata saya belum melepas baju tidur saya. Akhirnya saya harus melepas kembali semua baju saya dan kembali memakai baju seragam. Setelah itu saya bergegas memakai sepatu dan langsung berpamitan dan berlari ke pinggir jalan. Beberapa menit menunggu akhirnya tampak sebuah angkot dari kejauhan yang akhirnya berhenti persis didepan saya. “ Mau kemana dek?”. “Mau kesekolah pak! Sekolah, oiya, Masyaallah sekolah, saya belum bawa tas. Bentar ya pak! Tak ambil tas dulu!”. Iya dek, cepetan ya!” jawab pak supirnya santai.
Setelah sekitar 3 hari akhirnya saya berhasil menempuh rute jalan raya-rumah-jalan raya, akhirnya saya bias langsung naik angkot karena ternyata pak supir angkotnya benar-benar setia menunggu saya. Layaknya penumpang VIP, saya ambil tempat duduk yang ada di samping pak supir dan langsung pesen sama pak supirnya “Ngebut ya pak, saya sudah terlambat 3 jam nih!”. “Ha? Itu terlambat ya dek?”. “yah, mau gimana lagi pak.”
Sekitar 10 menit perjalanan, angkot tiba-tiba berhenti di depan lampu merah. Karena tergesa-gesa dan merasa tidak puas dengan masa kepemerintahan pak supir diangkotnya ini yang saplek sekali dengan peraturan. Saya lalu melancarkan protes “Pak, terobos aja deh, udah telat ni.” . “ Ye… sabar aja dek.” . “sabar si sabar pak, tapi kan jua ada batasnya.” Jawab saya dengan ngeyel. Sepersekian detik setelah mengucapkan kata-kata ini, saya jadi kaget sendiri. Seperti mengalami de javu dari mimpi saya. Bedanya, kalau tadi sama calon istri saya, nha ini? Calon mertua saya mungkin. Hehe.. calon mertua saya,, yang punya angkot. Hedeh,.

“Batas? Memangnya mana batasnya dek? Tadi udah lewat ya? Tahu gitu adek tadi turun disana aja. Jadi nggak kehabisan sabarnya.” Pak supir ini tak mau kalah dengan argumen saya. Mendengar perkataan pak supir ini saya jadi tersindir. Padahal omongan pak supir ini tidak realistis dan tidak menunjukkan ke-intelektualitasan pola pikir seorang manusia. Hehe..
Tapi benar juga kalau dipikir-pikir. Memang sabar ada batasnya? Otak saya jadi serasa ditusuk dengan keris ken arok mendengar perkataan bapak yang super simpel tapi mempunyai kandungan kalsium dan protein yang tinggi yang bagus untuk pertumbuhan. Karena bingung mencari jawabannya akhirnya saya memutuskan untuk meng-sms layanan ringtone harian dengan mengetik REG [spasi] SABAR dan kirim ke 9477. Tak perlu lama menunggu akhirnya saya sudah mendapat sms balasan yang berisi jawaban  tentang kebimbangan yang saya alami. Sabar ada batasnya? Memang iya?

Menurut KBBI, sabar sendiri mempunyai arti tindakan tahan terhadap cobaan, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu. Namun pada aspek ini, orang banyak sekali yang salah mengartikan sabar adalah tidak berbuat apapun alias diam saja, atau ekstremnya, kelewat pasrah. Sehingga pada implementasinya, ketika orang menyuruh kita untuk sabar maka kita menangkap bahwa kita disuruh untuk diam saja. Ketika kita sudah bosan untuk diam saja, dan memutuskan ini waktunya untuk mengambil tindakan, kita cenderung mengatakan bahwa sabar juga ada batasnya. Nah, disinilah awal letak kesalahpahaman kita. Kita lebih condong menganggap bahwa sabar itu sama dengan diam saja. Padahal beda, sabar itu tindakan, dan diam saja itu tidak bertindak apa-apa.
Lalu, benarkah kalau memang sabar itu ada batasnya? Sebenarnya sederhana saja. Jika semisal kita dipukul oleh adek kita. lalu kita memilih untuk diam saja, sehingga adek kita itu jadi semakin senang memukuli kita bahkan dengan lebih keras hingga akhirnya mungkin kita akan berkata “cukup, kesabaranku sudah habis.” Apakah itu sudah merupakan tindakan sabar? Tentu kita akan sepakat bahwa itu bukan manifestasi dari tindakan sabar. Namun sebaliknya, justru itu karena kita tidak sabar. Jika kita sabar, mungkin kita akan lebih memilih untuk menghindar setelah kita dipukul. Jadi, sabar itu tidak sama dengan diam saja. Dan tidak sabar itu tidak sama dengan batas dari sabar. Karena sesungguhnya sabar itu tidak ada batasnya. Ingatlah bahwa sabar itu adalah sifat Tuhan. Jika Tuhan kekal maka sifat-sifat Tuhan juga otomatis kekal. Maka seharusnya kita sepakat jika sabar itu terus-menerus dan bersifat kontinyu, oke?

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2010 Pratamaidea.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.