Jumat, 22 April 2011

Hari ini adalah masih hari itu. Ketika akhirnya saya terlalu lelah sepulang akibat tragei telat yang sangat hebat itu. Sesampainya dirumah ternyata waktu sudah menunjukkan pukul  03.40 sore. Jadi saya putuskan untuk segera menunaikan shalat ashar.  Saya ambil air wudhu dan segera saya bentangkan sajadah. Masih dengan seragam sekolah saya menunaikan shalat ashar. Dan setelah beberapa menit berlalau, ditengah dzikir saya seusai shalat itu, tertidurlah saya sehingga ruh saya ini dipaksa kembali ke alam mimpi.

Mimpi yang cukup menarik, ketika kali ini saya sedang berboncengan dengan istri saya menaiki motor bebek super tidak canggih yang saya miliki. Baru saja kita berputar-putar hingga ke pelosok desa unuk mencari sapi kurban untuk hari idul adha nanti. Yah, maklumlah. Karena kita baru pasangan muda. Uang kita belum cukup untuk menghaijkan keempat orang tua kita. Jadi kita sudah sepakat untuk membelikan tunggangannya terlebih dahulu. “mas, mas. Mampir minimarket dulu ya, saya mau beli pembalut dulu mas.” Kata istri saya tiba-tiba. “oke dek.” Saya langsung menyetujuinya dan meluncur ke minimarket terdekat. Meskipun dalam hati saya membatin. Wah, puasa nih. Hehe..

Sampai di minimarket, dan turunlah saya dan bersama istri saya dari motor. Saya kaget ketika menyadari bahwa ternyata orang-orang disekitar saya memperhatikan kita berdua. Entah karena iri dengan pasangan muda yang super romantis ini atau karena nggumun karena orang sejelk saya ini bias mendapatkan istri yang begitu cantiknya. Wis lah mbuh, saya nggak mau suudzon. Beberapa menit setelah itu kita sudah kembali berada di motor kita. Sudah tidak jauh lagi dari rumah,  Di depan itu ada lampu merah, tinggal belok kanan dan tidak sampai 2 menit nanti sudah akan sampai rumah. Karena sudah dekat dari rumah, saya santai saja menjalankan motor saya. Pelan-pelan dan akhirnya motor telah berbelok melewati lampu merah tersebut.  “mas! Itu tadi lampu merah, kok diterobos aja?”. “eh, merah ya? Oiya ding merah. Haduh,udahlah dek. Udah terlanj…” belum selesai saya mengucapkan kalimat saya, seonggok polisi sudah datang menghadang didepan kita. “selamat siang pak!” “siang juga pak. Lagi jalan-jalan ya?” jawab saya sedikit ndagel. Namun sepertinya, jawaban saya itu membuat pak polisi itu tersinggung karena tiba-tiba pak polisi mengayunkan tongkat yang depegangnya.
PLOKK!!
Tongkat pak polisi itu dengan kerasnya mengenai pengendara sepeda motor yang kebetulan lewat disebelah saya. “eh, maaf pak!” pak polisi itu langsung berkata panic. “niat saya mau pukul pak-pak ini. Maaf pak.” Namun ternyata orang yang terpukul tadi lebih takut dengan polisinya sehingga dia tidak berani bertindak apapun dan langsung ngelonyor pergi. “bapak, ikut saya ke pos polisi.” Pak polisi itu kembali menoleh kepada saya dan saya rasa tampang garangnya sudah kembali meskipun terkesan dibuat-buat. Sesampainya di pos polisi saya langsung ditanyai surat-surat kendaraan. “ sebentar pak. “ timpal saya. Saya cari sim dan stnk saya di dompet, di saku, ternyata tidak ada. Saya cari di bagasi motor. Ternyata tidak ada. “eh, sabar dulu ya pak. Saya cari dulu sebentar.” Lalu kembali lagi saya cari di saku istri saya, tidak ada ternyata. Saya cari dibawah kursi, tidak ada. Saya cari didalam kaus kaki, tidak ada. “sabar sebentar ya pak.” Saya sudah mulai panik. Saya cari di meja kerjanya pak polisi itu, tentu saja tidak ada. Saya cari di lemari yang ada di pos polisi itu, sudah pasti tidak ada. Saya cari di saku baju pak polisi itu, tidak ada juga. “eh, sabar ya pak. Sepertinya surat-suratnya ketinggalan di rumah. Boleh saya ambil sebentar pak?”. Ucap saya spontan setelah lelah mencari-cari disekitar pos polisi itu. Namun tanpa disangka-sangka. Perkataan saya itu sepertinya memberikan efek yang kelewat bagus. Karena entah kenapa, tiba-tiba langit menjadi mendung, tiba-tiba hujan deras, dan petir menyambar-nyambar. Muka pak polisi pun berubah menjadi merah, muncul dua buah tanduk disebelah kiri dan kanan kepalanya. “apa pak? Bapak gila ya? Bapak ini dari tadi mempermainkan saya. Bapak bilang sabar-sabar melulu. Tapi mana surat-suratnya? Oke deh pak, saya tahu. Saya sudah membaca note bapak yang kemarin itu. Tapi kalau harus sabar terus-menerus. Lama-lama saya jadi tidak sabar pak!”  sejenak, dan tiba-tiba cuaca kembali cerah. Dan tanduk di kepala pak polisi itu menghilang.

Kaget juga mendengar perkataan pak polisi tadi itu. Iya juga ya, kalau disuruh terus menerus sabar lama-lama kita jadi tidak sabar juga. Berpikir agak lama saya jadi teringat akan pak supir angkot itu. Pak supire yang pertanyaannya belum bisa saya jawab. Kali ini saya menemukan jawabannya. Saya langsung berlari keluar, saya lupakan urusan pak polisi itu  dan mengajak istri saya mencari supir angkot itu. Namun, belum sempat juga saya menyalakan motor. Tiba-tiba sebuah angkot berhenti disebelah saya. “nah mas, itu supir angkotnya.” Kata istri saya. “Loh, adek kok tahu?” .”ya iya dong, saya kan juga baca notenya mas. biarpun nggak kasih comment. Hehe..” penasaran dengan perkataan istri saya itu. Saya lalu menghampiri pak supir angkotnya. Dan ternyata benar, yang itu! Saya langsung saja berkata sama pak supirnyanya. “pak! Saya tahu. Saya mau jawab pak! Kalau kita harus sabar terus-menerus kan lama-lama kita jadi tidak sabar juga pak.” Mendengar perkataan saya, pak supirnya bingung. Sejenak mengamati wajah saya, lalau seperti teringat akan sesuatu dan akhirnya menjawab. “oh, mas. iya sih. Tapi apa sabarnya mas itu benar sesudah mas sabar?”

He? Saya bingung lagi. Apakah saya sudah sabar ketika akhirnya saya tidak sabar? Jika begitu tidak sabar akhir dari sabar dong? Berarti, tidak sabar itu batas dari sabar dong?  Karena saya jadi bingung lagi akahirnya saya memutuskan untuk kembali mengetik REG [SPASI] SABAR dan saya kirim ke 9477. Setelah menunggu beberapa saat, datanglah sms balasannya. Saya baca dan ternyata isinya sama dengan yang kemaren. Kecewa berat karena tidak mendapat jawaban yang jelas, saya hanya bengong memikirkan jawabannya.  “Wah, berarti note saya yang kemarin salah dong.” Namun tiba-tiba istri saya menimpali dengan bijaknya. “enggak kok mas. enggak salah. Sabar yang berakhir tidak sabar itu sebenarnya hanya keluh kesah mas. sabar itu membawa perbaikan. Dan keluh kesah itu tidak membawa apa-apa. Jadi tidak salah kok mas.” wah, bijak sekali istri saya. Ternyata tidak ada gunanya selama ini saya berlangganan sms bijak macam itu. Pak supir dan istri saya ternyata sudah lebih bijak. Hehe..

2 komentar:

Atsuma mengatakan...

saya merasa kasihan sama orang yang ketutuk tongkat pak polisinya.. :)

Unknown mengatakan...

hehe,.. iya dek. super kasihan. :D

Posting Komentar

Copyright 2010 Pratamaidea.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.